Nostalgia Masa Keemasan Kampanye Software Open Source

Tahun 2023 ini sudah hampir tidak pernah kita dengar "perseteruan" Linux vs Windows ataupun ajakan yang masif untuk menggunakan perangkat lunak kode sumber terbuka (open source software), orang-orang kalau beli laptop sekarang sudah tinggal pakai dan hampir tidak pernah ada drama-drama soal pilihan sistem operasi. Pada postingan kali ini saya akan mengajak pembaca untuk bernostalgia sejenak, sekaligus memperkenalkan sejarah bagi teman-teman yang sekitar satu dekade lalu belum mengalami "golden age" kampanye software open source.

Situasi pada Waktu Itu

Sekitar satu dekade lalu, penetrasi internet belum seperti sekarang ini. Orang-orang pada umumnya masih mengandalkan koneksi internet yang disediakan kantor, mahasiswa kebanyakan masih bergantung pada wifi kampus. Koneksi internet broadband masih belum menjadi kebutuhan seperti sekarang, penggunaan smartphone juga masih jauh lebih sedikit jumlahnya.

Penggunaan laptop sebagai daily gear pada waktu itu masih cukup segmented, namun sudah mulai menjadi kebutuhan bagi mahasiswa khususnya di bidang IT. Kalau kita beli laptop baru sebelum tahun 2010 pada umumnya laptop masih kosongan tanpa adanya sistem operasi yang diinstall. Masih sangat jarang laptop yang sudah terinstall Wind*ws, sebagian besar hanya dibekali dengan MS-DOS.

MS-DOS

Hal umum dilakukan pada waktu itu agar laptop bisa digunakan adalah menginstall Wind*ws XP versi pak tani, bahkan ada serial number yang begitu seringnya dibagikan sampai hafal. Biasanya serial number ditulis di CD, dulu penggunaan CD-ROM sangat umum karena koneksi internet yang belum bagus pada saat itu. Begitu menjamurnya pembajakan Wind*ws pada masa itu, sistem operasi open source khususnya distro Linux kemudian dikampanyekan sebagai alternatif pilihan sistem operasi yang gratis tanpa harus mengeluarkan biaya untuk menggunakannya. Dari sini kemudian muncul gerakan kampanye penggunakan software open source yang aktif dilakukan oleh komunitas dan pemerintah pada waktu itu.

Wind*ws XP pak tani edition

The Rise of Ubuntu

Suatu ketika ada orang kaya dari Afrika Selatan yang bisa kita sebut namanya sebagai Mark Shuttleworth, do'i berinvestasi ke bidang software dengan mendirikan perusahaan bernama Canonical dengan produk utamanya sebuah sistem operasi berbasis Linux yang dinamakan Ubuntu. Konon beliau terkesan dengan distro Linux Debian namun merasa distro tersebut masih perlu banyak improvement, Ubuntu dihadirkan sebagai distro Linux berbasis Debian yang lebih user friendly sebagai alternatif dari sistem operasi berbayar. Yang luar biasanya pada waktu itu, Canonical menawarkan CD yang berisi Ubuntu, CD ini bisa digunakan untuk mencoba Ubuntu tanpa harus menginstall sistem operasinya terlebih dahulu (dikenal dengan istilah live CD), Canonical akan mengirimkan live CD ini dengan gratis ke seluruh dunia untuk siapapun yang menginginkannya. Pada waktu itu koneksi internet belum secepat sekarang, jadi langkah Canonical ini sangat revolusioner dan menjadi upaya nyata memperkenalkan GNU Linux (distro Ubuntu) ke masyarakat umum.

Paket CD Ubuntu yang dikirimkan Canonical, disertai dengan sebuah stiker

Canonical menyediakan pengirimkan CD Ubuntu ini mulai sekitar 2006/2007 hingga tahun 2011. Saya sempat beberapa kali meminta CD Ubuntu ini, caranya sangat mudah hanya dengan mengisi form yang ada di website. Paket CD Ubuntu ini dikirim dari Belanda, dulu sering saya dikasih tahu bapak kalau dapat paket dari Belanda.

Komunitas Pengguna Linux

Popularitas Ubuntu yang disokong dengan pengiriman CD gratis tersebut turut mendongkrak distro-distro Linux yang lain. Beberapa distro Linux juga sudah punya banyak base pengguna sebelumnya, misalnya ada Slackware yang merupakan sesepuh yang masih eksis sampai saat ini, kemudian ada Fedora Core yang saat ini jadi Fedora, OpenSUSE, PCLinuxOS, Mandrake / Mandriva yang sekarang sudah digantikan oleh Open Mandriva dan Mageia, dan masih banyak lagi. Pengguna distro Linux ini kemudian membentuk perkumpulan dan komunitas, yang sangat terkenal pada waktu itu ada KPLI (Komunitas Pengguna Linux Indonesia) yang ada cabangnya di hampir setiap kota besar di Indonesia. Sayang sekali saat ini bisa dibilang komunitas pengguna Linux dalam kondisi mati suri, tidak terdengar secara masif gaungnya. 

 
 
beberapa logo komunitas Linux yang pernah eksis

Alhamdulillah ternyata masih ada tanda kehidupan dari komunitas pengguna Linux ini, misalnya ini dari Facebook saya mendapat info pada bulan September lalu ada yang bikin acara kopdar

acara meetup Paguyuban Linux Solo

Komunitas masih ada, namun memang sepertinya tidak seperti satu dekade lalu ramainya. Acara komunitas terakhir di Indonesia yang saya sempat dengar adalah UbuCon Asia pada awal Oktober 2023 di UNS.

Distro Linux Lokal

Gencarnya kampanye penggunaan Linux memunculkan sejumlah distro Linux lokal yang kebanyakan dikembangkan dari hasil remaster distro Linux populer seperti Ubuntu. Para pengembang dalam negeri berlomba mengembangkan distro linux yang disesuaikan dengan kebutuhan dan sejumlah konten buatan sendiri. Hasil karya ini bisa kita jumpai misalnya di BlankOn Linux yang dikembangkan dari Ubuntu dan sempat ganti ke Debian, pada masanya distro Linux rakitan dalam negeri ini cukup bagus, menggunakan desktop environment buatan sendiri yang dinamakan Manokwari hasil modifikasi dari Gnome Shell. Rilis terakhir BlankOn adalah pada tahun 2018, websitenya saat ini masih aktif namun belum ada rilis versi baru.

BlankOn Linux dengan desktop Manokwari

Pemerintah melalui LIPI pada waktu itu (sayang sekali sekarang BRIN tidak punya resource untuk melanjutkannya) sempat terjun mengembangkan distro Linux IGOS Nusantara yang dikembangkan dari distro Fedora. Rilis terakhir dari IGOS Nusantara adalah versi 12.12 yang dirilis pada tahun 2016, kemudian setelah itu tidak ada rilis baru hingga sekarang. IGOS Nusantara ini saya ingat dulu menyediakan pilihan desktop yang sangat lengkap dengan branding Selusin DE. 

IGOS Nusantara 11 dengan desktop Gnome 3

Dulu sempat ada masa di mana pemerintah Indonesia sangat mendorong penggunaan perangkat lunak open source, yaitu pada tahun 2004-2009 di mana menristek pada waktu itu Kusmayanto Kadiman mengeluarkan sejumlah kebijakan yang "pro open source", misalnya dengan dibentuknya AOSI (Asosiasi Open Source Indonesia).

Beberapa distro rakitan lokal lain sempat muncul, misalnya ada PCLinux OS Muslim Edition yang dikembangkan dari PCLinuxOS dengan tambahan software Islami.

PCLinuxOS Muslim Edition

Saya dulu sempat mendengar juga beberapa kampus melakukan remaster distro Linux misalnya UMS dan UI (saya lupa nama distronya). Saya sendiri juga pernah melakukan remaster Ubuntu pada saat itu yang saya beri nama TermOS dengan mengubah beberapa tampilan default menggunakan tools yang bernama remastersys.

distro Linux abal-abal

Dengan remastersys ini sangat mudah untuk melakukan remastering (membuat installable image dari distro Linux yang sudah terinstall, dengan mengubah sejumlah konfigurasi dan theme default. Saat ini remastersys yang ori sudah tidak dikembangkan lagi, source codenya masih ada dan sudah diforking oleh sejumlah orang, salah satunya di sini. Distro Linux yang ada saat ini strukturnya sudah sangat jauh berbeda dengan Linux satu dekade lalu, untuk membuat tools sejenis remastersys memang menjadi tantangan tersendiri karena lebih susah.

Sekarang Bagaimana?

Saat ini perangkat lunak open source masih ada dan terus berkembang, distro Linux juga semakin bagus dan masih menjadi pilihan utama bagi penggunanya yang sudah merasakan manfaat dan kelebihannya. Menurut saya yang sekarang berkurang adalah semangat untuk meramaikan, menyebarkan, dan menularkan penggunaannya. Mengendurnya semangat tersebut sebenarnya adalah hal yang wajar karena kondisi saat ini sudah jauh berbeda dengan yang dulu, berikut ini penyebabnya menurut pengamatan saya:

Pre-installed Wind*ws

Kalau beli laptop sekarang sudah bisa dipastikan laptop tersebut terinstall Wind*ws, tidak seperti jaman dulu yang kebanyakan hanya ada DOS. Pre-installed Wind*ws ini akhirnya mengurangi budget untuk membeli lisensi sistem operasi terpisah yang pada jaman dulu solusinya masih kebanyakan melalui pembajakan. Narasi penggunaan perangkat lunak open source yang sering digaungkan dulu adalah untuk mengurangi pembajakan, saat ini sudah tidak begitu relevan akibat adanya pre-installed Wind*ws dan kemampuan ekonomi masyarakat yang sebagian sudah mampu untuk membeli MacOS. Namun bukan berarti open source tidak cocok untuk menghemat, karena masih banyak perangkat lunak versi berbayar yang dibajak oleh masyarakat walaupun memang sudah muncul kesadaran dan kemauan yang lebih baik untuk membeli perangkat lunak berbayar.

Kurangnya Dukungan dari Pihak Terkait

Dulu pemerintah ikut mendukung kampanye penggunaan perangkat lunak open source melalui kementrian riset dan teknologi serta LIPI. Saat ini kebijakan semacam itu sudah tidak ada. Demikian pula saat ini sudah jarang ada komunitas aktif yang masih concern di ranah penggunaan perangkat lunak open source ini. Komunitas ini adalah no benefit oriented, jadi memang perlu sumbangan waktu, tenaga, hingga dana untuk tetap berlanjut. Saat ini sudah jarang yang masih istiqomah terhadap hal tersebut di Indonesia karena fokus untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bukan berarti komunitas sudah tidak ada, hanya memang gaungnya tidak seramai dahulu. Secara online saya melihat sebenarnya komunitas software open source ini masih terus berkembang, kita bisa melihat di sejumlah proyek software open source populer masih banyak orang yang ikut serta di dalamnya.

Saat ini saya masih menggunakan sistem operasi open source, Xubuntu 22.04, karena saya merasa Linux ini memberikan kebebasan. Bisa otak-atik hingga mendapatkan sistem yang optimal, sedangkan kalau pakai Wind*ws 11 penggunaan resource nya tinggi. Untuk menghidupkan kembali semangat berbagi komunitas pengguna software open source, akan saya tulis sejumlah artikel seputar software open source dengan lebih rutin. Kalau pengalaman anda dengan Linux atau software open source seperti apa? Tulis di kolom komentar ya

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Inheritance (Pewarisan) di Java

Review Singkat Pilihan Transportasi Umum Rute Solo - Wonosobo

Physical address dan Logical Address dalam Jaringan Komputer