Tantangan Hidup Sebagai Dosen
Menjadi seorang tenaga pengajar, dosen tidak seperti yang kebanyakan orang bayangkan. Dulu saya melihat dosen ini kerjanya sepertinya tidak terlalu berat, (hanya) mengajar. Anda yang memiliki pemikiran seperti itu, selamat anda kena prank.
Kenyataannya, dosen adalah profesi yang dekat dengan stress dan oleh sebab itu dibutuhkan kemampuan manajerial yang baik. Yang dikerjakan seirang dosen (ternyata) tidak hanya mengajar. Kalau secara formal seringkali disebukan bahwa dosen memiliki tugas tri dharma : pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Selain mengajar mahasiswa, dosen dituntut untuk mengerjakan penelitian dan melaksanakan kegiatan pengabdian pada masyarakat. Itu formalnya, pada kenyataannya ada satu hal yang sebenarnya sering disebutkan namun tidak diakui sebagai dharma dosen yaitu mengerjakan tugas tambahan.
Tugas tambahan ini bentuknya sangat bervariasi, mulai dari mendapatkan tugas administratif seperti mengerjakan borang akreditasi, atau tugas menjadi panitia kegiatan di prodi / fakultas / universitas. Bisa juga berupa tugas bidang-bidang yang ada di kampus misal bidang kemahasiswaan yang di dalamnya menangani tracer studi dan pendataan alumni, atau menangani penjadwalan sidang tugas akhir. Bentuk lain bisa berupa tugas jabatan struktural, mulai dari jabatan di tingkat program studi hingga di tingkat universitas. Sayangnya tugas tambahan tersebut belum semua dihitung sebagai beban kerja, padahal tambahan tugas di luar tri dharma perguruan tinggi memiliki resiko dan peluang mmenyita waktu, pikiran, dan tenaga yang tidak kalah besar dengan tugas pokok tri dharma. Pengalaman saya dengan salah satu kesibukan tambahan yang cukup menyita waktu adalah ketika mengurusi pendafataran mahasiswa mengikuti program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM). Sebagai bagian dari tim rekognisi, saya ikut pusing memetakan sebuah kegiatan MBKM akan diakui menjadi mata kuliah apa saja di prodi. Hampir setiap minggu selama kurang lebih 1,5 bulan selalu ada rapat untuk membahas hal tersebut. Menurut saya, MBKM sebenarnya bagus tapi implementasinya di lapangan sungguh sangat menyita waktu dan pikiran karena panduan teknis belum ada, dan tawaran kegiatannya sangat banyak yang mana satu per satu harus dibahas untuk ditentukan rekognisi mata kuliahnya.
Belum lagi ditambah dengan tanggung jawab dan beban dosen sebagai pribadi yang memiliki peran dalam keluarga dan masyarakat. Dosen juga manusia biasa, di luar kampus dia bisa jadi adalah seorang ayah atau seorang ibu bagi anaknya, bisa jadi seorang dosen sekaligus juga sebagai ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya. Semua membutuhkan perhatian, tidak bisa diabaikan begitu saja.
Saya salut dengan dosen-dosen yang mampu memenuhi tanggung jawab dan tugas dengan baik, baik itu di kampus maupun di luar kampus, yang mampu menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan kehidupan kampus, karena itu semua tidak mudah. Sebagai penutup, saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk menjaga keseimbangan psikologis, seimbangkanlah pekerjaan dengan kehidupan pribadi.
Comments
Post a Comment