Hiruk Pikuk Merdeka Belajar - Kampus Merdeka

Sudah beberapa minggu ini saya dilibatkan dalam pembahasan kegiatan Merdeka Belajar - Kaapus Merdeka (MBKM). Rata-rata tiap tiga hari sekali selalu ada undangan meeting online untuk mendiskusikan MBKM ini, mulai dari tingkat prodi hingga meeting universitas.

MBKM ini adalah kebijakan Kemendibudristek pada era Nadiem Makarim yang pada intinya memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengikuti kegiatan di luar kampus yang diakui sebagai SKS kuliah. Bentuk kegiatan MBKM ini beberapa di antaranya meliputi magang, studi independen, pertukaran mahasiswa (mahasiswa dapat mengambil mata kuliah di kampus lain), dan riset.

Semester genap 2021 kemarin menjadi semester pertama kebijakan MBKM dilaksanakan di UNS. Belum terlalu banyak mahasiswa di prodi Informatika yang mengambil haknya mengikuti MBKM. Baru 2 kegiatan MBKM yang sudah dilaksanakan yaitu studi independen Google Bangkit dan pertukaran mahasiswa melalui program Permata Merdeka.

Berdasarkan apa yang sudah saya alami di prodi, kegiatan MBKM ini masih memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan terutama oleh para pengambil kebijakan. Pertama terkait sistem informasi akademik (siakad), pada semester genap 2021 menu MBKM belum ada di siakad. Hal ini menyebabkan informasi pengambilan kegiatan MBKM oleh mahasiswa belum tercatat di sistem, pencatatan dilakukan secara manual. Prodi kesulitan untuk mengetahui berapa jumlah mahasiswanya yang mengikuti kegiatan MBKM, akhirnya informasi dikumpulkan secara manual melalui dosen pembimbing akademik. Kekurangan siakad ini juga menyebabkan mahasiswa inbound (mhs dari luar UNS yang mengambil mata kuliah di UNS) mengalami kendala dalam proses administrasi. Setelah satu semester berjalan, siakad akhirnya ditambahkan menu MBKM, semoga selanjutnya proses pengambilan mata kuliah MBKM menjadi lebih lancar.

Masalah kedua yang saya temui terkait MBKM adalah mengenai regulasi. Beberapa hal saya rasa masih belum jelas terkait MBKM ini, misalnya mengenai dosen pembimbing kegiatan MBKM. Ketika seorang mahasiswa mengajukan usulan mengikuti kegiatan MBKM, apakah dosen pembimbing akademik yang akan mendapat tugas untuk menjadi dosen pembimbing MBKMnya atau ada dosen lain yang diplot oleh prodi. Hal ini juga ada hubungannya dengan beban kerja dosen, pembimbingan mahasiswa supaya fair harus diperhitungkan sebagai beban kerja karena menyita waktu dan butuh curahan perhatian dari dosen yang bersangkutan.

Kemudian yang ketiga, masalah MBKM di sini adala ketika universitas memiliki target tertentu terkait MBKM tersebut yang kemudian dijadikan sebagai indikator untuk menilai kinerja. Universita memiliki kontrak dengan kementerian terkait jumlah mahasiswa yang mengikuti kegiatan MBKM. Target tersebut mau tidak mau harus dipenuhi oleh universitas, masalah muncul ketika angka target yang ditetapkan secara realistis sulit dicapai mengingat pelaksanaan MBKM ini baru tahun pertama. Di lapangan, prodi bisa dibilang masih buta, belum tahu seperti apa kendala dan tantangan yang akan dihadapi namun sudah dituntut hasil sekian persen. Punya target adalah hal yang baik, namun di sisi lain hal ini membuat pelaksanaan kegiatan terlalu terpaku pada angka persentase yang sudah ditulis. Akhirnya esensi kegiatan menjadi sebatas pada pemenuhan target kuantitatif. 

Jadi MBKM itu sebaiknya bagaimana?
Menurut saya, tahun pertama ini lakukan saja dulu beberapa kegiatan, catat hal-hal yang kiranya perlu mendapat perhatian dan perbaikan. Ini akan menjadi modal yang bagus untuk iterasi pada periode berikutnya agar pelaksanaan MBKM menjadi lebih baik dan manfaatnya dapat dirasakan.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Inheritance (Pewarisan) di Java

Review Singkat Pilihan Transportasi Umum Rute Solo - Wonosobo

Physical address dan Logical Address dalam Jaringan Komputer